Melihat gelora OSS di Indonesia terutama ketika acara Open House OSS IGOS, ada beberapa catatan yg perlu saya utarakan, yaitu:
1) Kita masih dalam tataran pengguna. Masih banyak yg mencari & mencoba software2 OSS dgn harapan bisa menggantikan software proprietary yg mereka gunakan.
2) Masih banyak yg sekedar menurunkan. Banyak yg berupaya membuat distro sendiri walau pun mungkin hanya mengganti nama/judul distro saja. Mereka seperti terjebak, mereka menganggap diri mereka grass root OSS stlh berhasil menurunkan distro Linux.
3> OSS tidak hanya sekedar Linux. Banyak yg terjebak mengkampanyekan OSS sebagai kampanye penggunaan OS Linux. Padahal OSS tdk sekedar Linux. Bahkan sekarang banyak OSS yg mendukung MS Windows, misalnya MySQL, PHP, Apache, dll, mereka sekarang bisa jalan di MS Windows.
4) Menggunakan OSS untuk kepentingan diri sendiri/organisasi. Ini banyak sekali terjadi. Banyak pihak yg membuat/mengembangkan software berbasiskan OSS tetapi software hasil cipta mereka menjadi software proprietary. Betapa kejamnya dunia ini.
Itulah kesimpulan saya tentang OSS di Indonesia. Masih banyak yg rancu, msh banyak yg harus diluruskan dan dibenahi. Itulah mungkin tugas IGOS. Sayang IGOS sering tidak konsisten & kurang mendapat dukungan dari pemerintah sendiri. Lucu ya OSS di Indonesia.
1 comment:
Mas Setio Dewo, komentar saya soal komentar anda tentang OSS:
1. Masih dalam tataran pengguna pun sudah bagus. Pengembang akan muncul dari pengguna-pengguna, jadi menurut hemat saya, itu bukan hal yang perlu dirisaukan.
2. Mau bisa menurunkan atau benar-benar tidak apa-apa. Harus disemangati mas. Orang Indonesia sangat perlu motivasi, soalnya sudah sangat minder kompleks. Menurut saya, mengutip Chairil: semua dapat tempat, semua (patut) dicatat.
3. OSS memang tidak sekedar Linux. Misal turunan bsd dsb. Tapi biarlah Linux yang populer. Yang penting kenal dulu, biar sedikit. Ini proses khan mas?
4. Nah, ini yang penting. OSS bisa dikembangkan jadi propietary, apa salahnya? Ini adalah esensi dari kemerdekaan yg dikampanyekan free software foundation, saya rasa. Bukan soal uang/harga beli, tapi kemerdekaan. Selama ini orang harus membeli, tapi setelah beli, tidak berhak memberikannya gratis ke orang-orang lain. One PC one Licence. Dan saya tidak berhak pula menyewakannya, atau menjual dengan nama saya, setelah saya obrak-abrik sedikit tampilannya. Pada OSS, hak itu ada. Jadi selama kita tidak mendaftarkan software bikinan kita dengan lisensi GPL ya, tidak apa-apa toh? Dan jika tidak mengklaim berlisensi Open-Source (GPL, LGPL, BSDL, MPL, etc.), menurut saya tidak apa-apa. Etikanya, ada kontribusi balik ke komunitas-lah. Tidak apalah, sejauh ini sebagian besar pengembang OSS hanya mengambil sedikit sebagai jasa pengembangan. Bandingkan dgn model bisnis Redhat, Suse atau Mandrake, misalnya.
Yang mesti dibenahi jelas banyak mas. Tapi biar sajalah dulu, dirayakan, diramaikan dan disemangati dulu. IGOS? :) Jangan berharap banyak pada pemerintah. Linux berkembang tanpa campur tangan pemerintah manapun. Komunitas mas, dengan "kerja" pula. Jadi poin saya, "kerja" terus, dan kembangkan komunitasnya. Yakin dan tetap semangat :) Salam!
Post a Comment